Vaksinasi telah memberikan banyak manfaat dalam menurunkan kejadian penyakit di dunia. Pada tahun 1980an, vaksin membuktikan efektivitasnya dengan tereradikasinya cacar di seluruh dunia. Meski demikian, anggapan bahwa vaksin tidak memiliki manfaat atau kegunaan masih sering terjadi. Hal ini karena masih terdapatnya kasus penyakit pada anak yang sebenarnya merupakan Penyakit-penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
Benarkan vaksin tidak ada gunanya bila penyakit tersebut masih menyerang anak yang sudah divaksin?
Simak ulasan Ai Care bersama narasumber dr. Piprim berikut ini.
Efektivitas vaksin memang tidak 100%
Perlindungan yang diberikan vaksin memang tidak 100%. Tetap akan ada 5 hingga 10% orang yang sudah divaksinasi masih terkena penyakit. Hal ini, menurut dr. Piprim, dapat terjadi karena adanya masalah di dalam tubuh yang mengakibatkan kekebalan tidak muncul meski sudah vaksin.
Vaksin yang tidak efektif juga dapat disebabkan karena masalah teknis lainnya, misalnya vaksin rusak atau palsu.
Namun, berdasarkan data statistik, vaksinasi sudah menunjukkan keampuhannya. Misalnya, sebelum tahun 1960-an, penyakit polio banyak terjadi dan membuat anak-anak lumpuh. Setelah vaksin polio ditemukan pada tahun 1960, tidak ditemukan anak-anak yang sakit polio.
Itulah contoh peran vaksinasi yang dapat menanggulangi penyakit ganas. "Jika penyakitnya ganas atau sangat menular, maka dibuatkan vaksin, seperti halnya COVID-19, meski angka kematian tidak tinggi tapi sangat menular", tambah dr. Piprim.
Vaksin melatih kekebalan tubuh anak terhadap penyakit
Vaksin dibuat dengan tujuan agar seseorang mendapat kekebalan tanpa mengalami sakit terlebih dahulu. Berbeda dengan imunisasi alami, seseorang mendapat kekebalan harus sakit dahulu.
Menurut dr. Piprim, anak yang diberi vaksin tubuhnya dilatih seperti latihan perang-perangan. Tubuh mendapat informasi intelijen soal musuhnya seperti apa. Lalu, jika musuh datang, maka dia sudah punya senjata spesifik untuk menyerang.
Jadi, meskipun tidak mencegah 100%, tubuh anak telah dilatih untuk menghadapi virus atau kuman yang menyebabkan penyakit, sehingga nantinya tubuh lebih kuat menghadapi penyakit tersebut. Sederhananya, bila anak terserang penyakit menular atau ganas yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi, gejalanya akan lebih ringan dan risiko mengalami komplikasi rendah.
Anak yang tidak vaksin lebih rentan terkena wabah
dr. Piprim menegaskan bahwa imunisasi adalah ikhtiar untuk melindungi diri sendiri dan masyarakat sekitar. Target imunisasi adalah tercapainya herd immunity, yaitu bila 80% kelompok mendapat kekebalan. Apabila jumlahnya telah mencapai 80% kelompok, maka dapat melindungi 20% sisanya.
Contohnya, seperti yang disampaikan dr. Piprim, bila ada anak usia 2 bulan yang belum divaksin karena belum jadwalnya atau anak leukimia dengan kemoterapi dosis tinggi yang tidak bisa vaksin. Lingkungan sekitar anak harus kebal untuk dapat melindungi anak dari penyakit menular dan ganas. Oleh karena itu, herd immunity adalah tujuan penting untuk dicapai.
Saat terjadi wabah, di mana belum tercapai herd immunity tersebut, maka sudah jelas bahwa anak-anak yang tidak diimunisasi paling dulu terkena. Anak-anak tersebut lebih rentan terkena wabah dan dapat mengalami gejala yang lebih berat.
Jadi, Ayah dan Bunda tidak perlu khawatir lagi perihal imunisasi anak. Dibandingkan dengan risikonya, manfaat imunisasi jauh lebih besar. Oleh karena itu, jangan lupa lengkapi imunisasi si Kecil, ya!
Baca artikel lainnya seputar imunisasi dan kesehatan anak di sini.
Selengkapnya mengenai tanya jawab imunisasi bersama dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K):
Tanya Jawab Imunisasi Bersama dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K)
- dr Ayu Munawaroh, MKK